BANDAR BOLA
Bandar Bola, Para Bule Ini Mempunyai Profesi Tidak Lazim di Indonesia - Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk menyambung hidup. Dalam pengertian pekerjaan ini, sesuatu yang kita lakukan agar mendapat bayaran untuk membiayai kebutuhan hidup. Mungkin seperti itulah pengertian pekerjaan. Biasanya di Indonesia, kebanyakan atasan sebuah kantor adalah seorang bule yang di datangkan dari luar negeri untuk memberi contoh cara memimpin perusahaan agar lebih maju. Namun beberapa bule dibawah ini, karena alasan tertentu memilih pekerjaan yang bisa dikatakan tidak lazim untuk dilakukan oleh seorang bule. Namun semangat mereka perlu kita contoh. Sahabat aladinpoker.com berikut Pekerjaan bule paling tidak biasa di Indonesia.
Fabrizio Urzo, Surabaya (Penjual Gorengan) - Fabrizio Urso, seorang bule asal Italia sudah tujuh bulan ini berjulan gorengan di Jalan Manyar Kertoarjo Surabaya, Bule yang sudah sepuluh tahun tinggal di Indonesia itu awalnya bekerja sebagai chef (kepala koki) di sebuah restoran Italia di Jalan Imam Bonjol, Surabaya. Sejak awal tahun 2014, Fabrizio meninggalkan pekerjaanya di restoran tersebut dan beralih menjadi seorang wirausaha dengan menjual gorengan. Fabrizio mengaku tidak nyaman bekerja ikut orang, dia menilai bahwa lebih bahagia punya usaha sendiri walaupun usahanya kecil.
“Ya menurut saya lebih menyenangkan jika bekerja sendiri. Saya stres bekerja dengan orang dan tidak membuat saya bebas. Kalau begini saya lebih senang punya usaha sendiri,” ujar pria 39 tahun pemuja klub sepak bola AS Roma itu. Pria yang mempunyai istri wanita Indonesia bernama Novita itu menjual bermacam-macam jenis gorengan mulai dari pastel, ote-ote, pisang goreng, tahu isi, hingga kue lapis. Fabrizio mematok harga gorenganya mulai dari Rp 1000 hingga Rp 3000.
Glenn, Purwokerto (Penjual Donat dan Burger) - Namanya GLEN pria asli Denver, Colorado - USA. Awalnya kedatangannya ke Indonesia 2001 di Jakarta - Indonesia yang sebenarnya di-asumsikan untuk mengajar Bahasa Inggris dan ditipu oleh rekannya yang orang asli Indonesia tidak membuat GLENN patah semangat. Apalagi sejak pernikahannya tahun 2003 dengan Purwita Wijayanti yang asli Kroya - Cilacap terjadi, GLENN seperti mendapatkan semangat baru untuk menapaki kehidupannya di Indonesia.
Berbagai cara dijalaninya untuk bertahan hidup dengan istri dan 2 orang anaknya mulai dari jualan Brownies, Catering untuk Wedding hingga jualan Burger dan Donat yang sekarang tengah dijalaninya. Keseharian GLENN sendiri sebenarnya tidak hanya berdagang makanan sebelum istrinya Purwita Wijayanti 34th di vonis menderita Kanker Serviks stadium IIB. Kesibukannya selain berdagang adalah sebagai tenaga pengajar pada sekolah ternama dan pembicara bebas sebuah perguruan tinggi negeri yang ada di Purwokerto. Namun sejak istrinya di vonis menderita Kanker Serviks IIB maka GLENN lah yang menggantikan istrinya berjualan Burger dan Donat.
Gavin Birch, Lombok (Pemungut Sampah) - Gavin Birch itulah namanya dulu. Tapi ketika ia mulai menetap di Lombok ia lebih dikenal dengan nama Husin Abdullah. Dilahirkan di Selandia Baru dan dibesarkan di Perth, Australia. Dia sering mengunjungi Pantai Senggigi di Lombok. Orang-orang disana sering menyebutnya sebagai “turis gila”. Hal itu karena pekerjaan bule ini yang selalu bergumul dengan sampah setiap mengunjungi pantai Senggigi. Namun, Husin seakan tidak perduli dengan gelar yang disematkan warga sekitar padanya. Ia hanya bertekad untuk mengajak orang banyak untuk bisa hidup bersih. Baginya Indonesia itu harus bersih dan hijau.
Mengapa ia bisa tiba-tiba menjadi seorang pemungut sampah di Senggigi? Kisahnya di mulai tahun 1986 saat pertama kalinya menginjakkan kaki di Pulau Lombok sebagai seorang turis. Saat itu ia kecewa karena banyaknya tumpukan sampah di pantai-pantai yang ada di sana. Niatnya untuk berlibur dan menikmati keindahan alam di Lombok pun tidak menjadi seperti impian awalnya. Bahkan pantai Ampenan yang menyimpan potensi wisata pun penuh dengan kotoran manusia. Tapi, uniknya ia tidak langsung pergi beranjak menjauh ketika itu. Ia yakin, ketika itu jika masyarakat sekitar peduli dengan kebersihan maka pantai tersebut pasti akan indah dilihat.
Sejak itulah ia mulai bergerak sendiri. Memungut sampah di sekitar pantai dan mengumpulkannya. Berbagai komentar mulai diterimanya. Ada yang simpati, tapi ada juga yang memandang sebelah mata. Salah satu dari masyarakat yang simpati yaitu Lurah Kampung Melayu Ampenan Haji Hairi Asmuni memintanya untuk menetap di Lombok sebagai bentuk apresiasinya. Sejak itu ia mulai menerapkan “Program Indonesia Bersih dan Hijau” yang diadopsi dari program kebersihan di Australia. Bahkan, Husin juga sempat menawarkannya kepada pemerintah di sana. Namun hal itu tidak disambut baik karena ketiadaan dana. Akhirnya ia mulai bergerak sendiri dengan menggunakan uang dari koceknya sendiri. Husin tidak mengeluh, katanya, itu sebagian dari bentuk amal.
Perjuangannya selama 24 tahun pun ternyata tidak berakhir sia-sia. Kini di kawasan Jalan Raya Senggigi bersih dari sampah. Meski kini ia telah tiada pada tanggal 18 Agustus 2010 lalu. Tapi banyak hal yang telah ditinggalkannya dan sangat bermanfaat untuk orang sekitarnya. Sekedar renungan, mana yang lebih gila, turis asing yang rela menghabiskan sisa hidupnya untuk membersihkan lingkungan atau anak negeri sendiri yang suka membuang sampah di halaman rumahnya?
Andre Graff, Sumba Barat (Penggali Sumur) - Pria bernama Andre Graff, seorang warga Prancis, memilih meninggalkan segala kemapanan hidup di negerinya untuk mengembara dan menetap di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Ini demi menjalani kehidupan sebagai tukang penggali sumur bagi warga yang hidupnya terdera kekeringan berkepanjangan. Ya terdengar memang sebuah profesi seorang bule yang tidak lazim di Indonesia. Pria yang akrab disapa Andre Sumur ini menjadi salah satu pahlawan bagi warga di tempat tinggalnya, Lamboya, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur karena perjuangannya mengadakan sumur gali bagi warga Sumba dan Sabu Raijua.
Keputusan pergi dari Prancis dan akhirnya tinggal di bawah langit Sumba Barat, menurut Graff, memiliki rentetan kisah sejarah tersendiri. Graff berlatar belakang seorang pilot balon udara. Selama puluhan tahun ia juga memimpin perusahaan balon udara di Perancis untuk pariwisata. Dia suka menerbangkan balon udara melewati Pegunungan Alpen. Graff dan beberapa temannya memilih berlibur ke Bali. Setiba di Pulau Dewata dan melewatkan hari hari dalam atmosfir budaya serta alam lingkungan yang eksotis, mereka menyewa sebuah kapal dan melakukan perjalanan wisata hingga ke kepulauan di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kepulauan Riung, Sabu Raijua, Sumba dan Lembata, menjadi persinggahan wisata Andre dan teman temannya. Tertarik dengan kehidupan penduduk lokal, Andre langsung memutuskan tinggal sejenak untuk mengabadikan aktivitas keseharian warga dalam menjalankan roda kehidupan menggunakan kamera. Namun sejak Juni 2005, ketika dia singgah di Sabu Raijua dan menetap di kampung adat Ledetadu. Ia melihat bahwa warga di kampung tersebut kesulitan air bersih.
Setiap hari mereka harus berjalan 2 kilometer untuk mengambil air sumur di dataran rendah. Ia pun merasa prihatin, lalu bertemu dengan Pastor Frans Lakner, SJ yang sudah 40 tahun mengabdi di Sabu. Dia mengajari saya bagaimana mencari air tanah, menggali sumur, dan membuat gorong gorong dari beton agar air tak terkontaminasi lumpur. Gorong gorong itu bertahan sampai bertahun tahun kemudian.
Berkat air sumur, warga bisa menanam sayur, jagung, buah, dan umbi umbian di sekitar rumah. Mereka bisa menjual hasil kebunnya ke pasar untuk membeli beras dan kebutuhan lain. Akhir 2007, ia memutuskan pindah ke Lamboya, Sumba Barat, setelah warga Sabu Raijua bisa membuat sumur sendiri. Ia tinggal dengan Rato (Kepala Suku) Kampung Waru Wora, Desa Patijala Bawa, Lamboya. Di sini, ia membentuk kelompok pemuda beranggota sembilan orang untuk membuat gorong gorong yang disebut GGWW (Gorong gorong Waru Wora).
Selain pembuatan sumur, Andre juga berkeinginan membuat filtrasi air di Lamboya, agar masyarakat bisa langsung menikmati air sumur tanpa memasaknya lebih dulu. Selain hemat waktu, adanya filtrasi juga mengurangi kerusakan dan pencemaran lingkungan karena masyarakat tidak terlalu banyak masak menggunakan kayu bakar. Andre berharap pemerintah memiliki kepedulian terhadap langkah langkah yang telah dilakukan terhadap masyarakat, agar selanjutnya bisa saling berkolaborasi ketika melakukan program kegiatan. Salut!
Sergei Litvinov, Solo (Penjual Jus) - Pria asal rusia harus bertahan hidup dengan mencari uang sebagai pedagang es jus di salah satu sudut Kota Solo. Sergei bukan pria asing biasa yang datang ke Indonesia. Ia merupakan pemain sepakbola profesional yang bergabung di PSLS Lhokseumawe dan berlaga di kompetisi Indonesia Premier League sejak 2013. Sialnya selama membela PSLS mulai dari Maret hingga Desember 2013, ia belum menerima gaji.
Sebelumnya, Sergei pernah memperkuat tim Solo FC di Indonesia Premier League pada tahun 2011. Piutang Sergei pada PSLS Lhokseumawe mencapai Rp 124 juta. Tak ada kejelasan kapan kesebelasan itu akan membayarnya. Tanpa gaji, Sergei kesulitan makan, dan tidak bisa pulang ke kampung halamannya karena terpentok biaya bahkan kini ia juga pusing karena sang istri meminta cerai.
Kini Sergei kembali ke kota Solo dan tak lagi merumput. Selain tak punya pekerjaan, Sergei juga tak membawa uang sebab gajinya selama membela PSLS belum juga cair. Untuk bertahan hidup, Sergei melakukan pekerjaan serabutan termasuk berjualan jus di kedai jus. Selain itu, ia ikut membuat kanopi untuk rumah di kawasan Banyuanyar. Ia mengaku membutuhkan uang sebesar Rp20 juta untuk bisa pulang ke Rusia. Selama ini mengaku kesulitan mengumpulkan uang karena digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari.
Bisa kita bayangkan semangat dan kemauan keras dari bule yang bekerja tanpa mengenal lelah dan malu. Contohlah semngat mereka. Apapun profesi pekerjaan anda, yang tentu saja pekerjaan yang halal, bersungguh sungguhlah dalam mengerjakannya karena dalam kesungguhanan kita niscaya nanti akan memetik hasil seperti yang kita inginkan. SEMANGAT
No comments:
Post a Comment